|
Mangrove Indramayu |
PERSIAPAN KABUPATEN INDRAMAYU DALAM PENGELOLAAN HUTAN
MANGROVE MASA DEPAN
Pendahuluan
1. Latar
Belakang
Negara Republik Indonesia memiliki beragam habitat
alami, yang kaya dengan berbagai tipe ekosistem, sumberdaya tumbuhan dan hewan,
sejumlah besar jenis endemik pada masing-masing pulau, sehingga dikenal sebagai
pusat keanekaragaman hayati dunia.
Sejalan dengan meningkatnya tekanan penduduk
dan semakin cepatnya pertumbuhan ekonomi, degradasi sumberdaya alam dan
kerusakan habitat-habitat alami meningkat, sehingga fungsi-fungsi ekologi
ekosistemnya terganggu, bahkan pada tempat-tempat tertentu tidak dapat
dikembalikan fungsinya. Fungsi-fungsi ekologi suatu ekosistem berkisar
mulai dari wilayah laut sebagai penahan panas dan mekanisme pertukaran panas
antara laut, tanah dan udara, sampai pada peranan hutan sebagai paru-paru
dunia.
Diantara berbagai habitat alami tersebut, yang termasuk sebagai habitat
lahan basah pesisir, adalah ekosistem mangrove, yang juga merupakan habitat
sangat penting bagi sistem penyangga kehidupan.
Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya lahan basah
yang terletak di wilayah pesisir. Oleh karena itu pengelolaannya harus
merupakan bagian integral dari pengelolaan wilayah pesisir terpadu dan
pengelolaan DAS (daerah aliran sungai) secara keseluruhan.
Gambaran
Umum Kabupaten Indramayu
1. Keadaan Geografis dan
Topografi
Dilihat dari letak geografisnya Kabupaten Indramayu
terletak pada 107o52’-108o36’ BT dan 6o15’-6o40’
LS. Sedangkan berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan dataran
atau daerah landai dengan kemiringan tanah 0-2%. Adapun batas wilayah
Kabupaten Indramayu adalah sebagai berikut :
Utara : Laut Jawa
Selatan : Kabupaten Majalengka, Sumedang dan
Cirebon
Barat : Kabupaten Subang
Timur : Laut Jawa dan Kabupaten Cirebon
Kabupaten Indramayu terletak di pesisir utara Pulau
Jawa, dengan panjang garis pantai 114,1 Km terdiri dari :
Panjang pantai berpasir : 64,68 Km
Panjang pantai berlumpur : 44,91 Km dengan
kedalaman
lumpur bervariasi antara 10-70 cm
Lebar muara : 4,51 Km
2. Luas Hutan
Luas wilayah indramayu yang tercatat seluas 204.011
Ha, sedangkan luas hutan negara di indramayu 41.253,41 Ha dengan
rincian sebagai berikut :
- Hutan Produksi 33.229,86 Ha
terdiri dari kelas perusahaan Jati 26.696,86 Ha dan Kelas Perusahaan Kayu Putih
seluas 6.533 Ha
- Hutan Lindung ( Hutan
Mangrove seluas 8.023,55 Ha)
Sedangkan Luas Hutan Rakyat 15.553.28 Ha, Hutan
Mangrove diluar kawasan hutan lindung seluas 4.370 Ha, Perkebunan Rakyat
8.808.71 Ha, PT. RNI 6.357.20 Ha
|
Penanaman Mangrove |
Kebijakan
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten indramayu
1. Kebijakan Rehabilitasi hutan
dan lahan
Lahan kritis merupakan lahan yang terbuka atau
terlantar tidak produktif sehingga secara ekologis tidak dapat berfungsi
perlindungan tata air dan secara ekonomis tidak menguntungkan bagi pemilik atau
penggarap lahan tersebut. Salah satu Kebijakan Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Indramayu adalah merehabilitasi lahan kritis sehingga menjadi lahan
produktif.
Kebijakan dalam penanganan Rehabilitasi hutan dan
lahan merupakan program prioritas bidang kehutanan dan perkebunan baik sekala
Nasional maupun Regional dilaksanakan melalui Kegiatan GNRHL/ Gerhan, GRLK,
Penghijauan Hutan Kota dan lain-lain. Upaya penanganan lahan kritis di luar
lahan Perhutani dilaksanakan melalui program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan
dan Lahan (GN-RHL/Gerhan) dan Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK). Data
lahan kritis di luar kawasan hutan tahun 2002 tercatat 33.486,54 Ha. Hasil
penanganan lahan kritis dari tahun 2003 sampai dengan 2008 seluas 15.553,29 Ha.
Adapun sisa lahan kritis yang harus ditangani seluas 17.933,25 Ha.
2. Kebijakan
Kehutanan Dalam Penanganan Wilayah Pesisir
a. Penanganan dengan cara
Vegetasi
- Rehabilitasi Hutan Mangrove
Panjang garis pantai kabupaten indramayu mencapai
114,1 Km, lebih dari 2.153 Ha wilayah pesisir hilang terkena abrasi dan intrusi
air laut telah mencapai lebih dari 17 km dari pantai. Upaya rehabilitasi
wilayah pesisir yang mengalami kerusakan telah dilaksanakan melalui program
Rehabilitasi Hutan Mangrove baik sumber dana APBD, APBN maupun dari Luar
Negeri. Program tersebut telah dilaksanakan beberapa tahun sebelum Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Indramayu terbentuk. Setidaknya tercatat
instansi/lembaga yang telah berusaha merehabilitasi hutan mangrove, antara lain
Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (BRLKT) Cimanuk – Citanduy, Dinas
Pertambangan dan Lingkungan Hidup (sekarang Kantor Lingkungan Hidup),Wetland,
OISCA, IPB serta swadaya masyarakat seluas4.370 Ha (17,84 Km garis pantai)
Sisa panjang garis pantai yang belum dan perlu penanganan khusus sepanjang 96,26
Km.
- Pengembangan Hutan Mangrove
Pengembangan hutan mangrove merupakan salah satu upaya
penguatan fungsi ekologi dan ekosistem. Pengembangan hutan mangrove diarahkan
kepada daerah pertambakan yang bertujuan untuk melestarikan ekosistem seperti
plangton sehingga dapat meningkatkan produksi ikan. Penamanan mangrove
pada tambak dengan sistem empang parit dan sistem komplangan.
Sedangkan upaya untuk melindungi pantai pada daerah di
atas garis pasang tertinggi dan tidak terpengaruh pasang surut air laut
(daratan) dengan jalan membuat hutan pantai (litoral forest),
adapun jenis vegetasi yang memungkinkan tumbuh adalah Waru Laut (Hibiscus
tiliaceus), Cemara Laut (Casuarina equisetifolia), Ketapang (Terminalia
catappa), Kelapa (Cocos nucifera), serta vegetasi penutup tanah jenis
Kangkung Laut (Ipomoea pescaprae).
b. Penanganan Sipil Teknis
Upaya penanganan wilayah pesisir yang mengalami
kerusakan telah dilaksanakan melalui program rehabilitasi hutan mangrove,
penanganan pada daerah-daerah yang terkena abrasi berat maka hal tersebut
dapat diatasi melalui pembangunan sipil teknis (Break Water)
D. Pengelolaan
Hutan Mangrove di Kabupaten Indramayu
1. Definisi dan Ruang Lingkup Mangrove
Pada umumnya mangrove adalah pohon-pohon dan
semak-semak yang tumbuh dibawah tingkat air pasang tinggi di musim semi. Dengan
demikian, sistem perakarannya secara teratur digenangi air laut (asin),
meskipun satu atau dua kali dalam setahun dibanjiri oleh aliran permukaan air
tawar, dan hanya digenangi sekali atau dua kali setahun.
Menurut Snedaker (1978), hutan mangrove adalah
kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai
sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung
garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah anaerob. Seperti
halnya direkomendasikan oleh FAO (1982), kata mangrove sebaiknya digunakan baik
untuk individu jenis tumbuhan maupun komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah
pasang surut. Adapun menurut Aksornkoae (1993), hutan mangrove adalah tumbuhan halofit yang
hidup di sepanjang areal pantai yang dipengaruhi oleh pasang tertinggi sampai
daerah mendekati ketinggian rata-rata air laut yang tumbuh di daerah
tropis dan sub-tropis.
Dengan demikian secara ringkas hutan mangrove dapat
didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut
(terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang
pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya
bertoleransi terhadap garam. Sedangkan ekosistem mangrove merupakan suatu
sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi
dengan faktor lingkungannya di dalam suatu habitat mangrove.
2. Sebaran Hutan Mangrove di Indramayu
|
Sebaran Mangrove Indramayu |
Hutan mangrove di indramayu terbagi menjadi 2 (dua)
yaitu hutan mangrove di dalam kawasan hutan (hutan lindung) yang tersebar di 10
Desa yaitu Desa Parean Girang Kecamatan Kandanghaur, Desa Cemara Kecamatan
Losarang, Desa Cangkring dan Lamaran Tarung Kecamatan Cantigi, Desa babadan
Kecamatan Sindang dan Desa Karanganyar, Pasekan, Pagirikan, Totoran dan Pabeab Ilir
Kecamatan Pasekan, sedangkan hutan Mangrove di luar kawasan hutan tersebar
di 22 Desa diantaranya yaitu Ujung Gebang Kecamatan Sukra, Desa ilir, Bulak dan
Parean Girang Kecamatan Kandanghaur, Desa Cemara Kecamatan Losarang, Desa
Cangkring dan Lamaran Tarung Kecamatan Cantigi, Desa Brondong,
Karanganyar, Totoran dan Pabeab Ilir Kecamatan Pasekan, Desa Pabean Udik,
Karangsong dan Singaraja Kecamatan Indramayu, Desa Benda Kecamatan Karangampel,
Desa Juntinyuat Kecamatan Juntinyuat, Desa Tanjakan, Kalianyar,Luwung Gesik,
Krangkeng dan Singakerta Kecamatan Krangkeng.
3. Pengelolaan
Hutan Mangrove di Indramayu Tahun 2010-2014
a. Perluasan Areal Hutan
Mangrove
Pentingnya areal mangrove sebagai habitat bagi
jenis-jenis ikan ekonomi penting telah diakui secara luas, namun perlu diingat
bahwa habitat utama bagi organisme-organisme tersebut adalah teluk yang
dangkal, saluran pemasukan dan saluran-saluran yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem mangrove. Hutan mangrove pasang surut memiliki
beberapa habitat yang digunakan secara langsung oleh jenis-jenis ikan penting.
Hutan mangrove akan memberikan input (masukan nutrisi) kepada sitem teluk dan
kanal yang dangkal di sekitarnya yang merupakan habitat utama bagi berbagi
jenis biota air untuk kepentingan komersial, kebutuhan sehari-hari dan
rekreasi.
Pengembangan hutan mangrove di indramayu merupakan
salah satu upaya penguatan fungsi ekologi dan ekosistem. Pengembangan areal
baru hutan mangrove diarahkan pada pantai yang berlumpur dan muara-muara
sungai, adapun lokasi yang bisa dikembangkan hutan mangrove yaitu sepanjang
pantai Ilir sampai dengan pantai Lamaran Tarung dan Pantai Tiris sampai dengan
Payang juga bisa dikembangkan di pantai Karangsong berdasarkan hasil survai
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Indramayu sepanjang pantai tersebut diatas
memenuhi persyaratan untuk dikembangkan hutan mangrove adapun jenis yang bisa
dikembangkan yaitu Avicennia spp. (A. alba Blume A.
germinans L, A. marina Vierh), Bruguiera sp (B.
cylindrica (L) Blume, B. gymnorrhiza (L) Lam.) dan Rhizophora sp.
(R. apiculata Blume, R. harrisonii Leechman, R.
mucronata Lam.,R. racemosa G. Meyer, R. mangle L., R.
stylosa Griff dan R. xselala (Salvoza)
Tomlinson)
b. Pengembangan Pola
Silvofihery
Pemanfaatan sumberdaya hutan mangrove secara ideal
seharusnya mempertimbangkan kebutuhan masyarakat dan kelestarian ekosistem
hutan tersebut. Dalam upaya tersebut, Perum Perhutani telah memperkenalkan
suatu pola pemanfaatan yang di sebut silvofishery atau tambak
tumpangsari. Tambak tumpangsari merupakan suatu polaagroforestry yang
digunakan dalam pelaksanaan program perhutanan sosial di kawasan hutan mangrove
yang berpenduduk padat. Pola ini merupakan kombinasi antara tambak/empang
dengan tanaman bakau. Pola ini dianggap paling cocok untuk pemanfaatan hutan
mangrove saat ini, karena diharapkan kesejahteraan masyarakat dapat di
tingkatkan, sedangkan hutan mangrove masih tetap dijaga kelestariannya.
Pola ini mulai dikembangkan sejak tahun 1986 dimana
pada saat itu baru merupakan uji coba percontohan, sejak tahun 1988 pola ini
dikembangkan secara massal, yang dikuti pula dengan terbentuknya Kelompok Tani
Hutan (KTH) Payau sebagi mitra Perum Perhutani dalam mengelola hutan payau.
Pola kemitraan dituangkan dalam bentuk kerjasama
penanaman, pemeliharaan, perlindungan/ pengamanan serta pemanfaatan lahan hutan
payau Perum Perhutani dengan Pesanggem/mitra KTH payau dengan batas waktu
tertentu (perjanjian kerjasama di buat dalam jangka waktu 1 tahun) , dengan
pemakaian lahan yang digarap 80% tanaman dan 20% untuk budidaya ikan.
c. Pengembangan
Hutan Mangrove dan Wisata Alam (ECotourism)
Pariwisata seyogyanya dipertimbangkan sebagai suatu
potensi pemanfaatan mangrove yang tidak merusak, baik pemanfaatan mangrove
secara langsung maupun tidak langsung, sebagai suatu sumber pendapatan tambahan
yang potensial bagi penduduk daerah mangrove.
Ada beberapa pilihan untuk mengenbangkan wisata alam
di kawasan mangrove, sebagai contoh di dalam kawasan hutan lindung (hutan
mangrove) yang di kelola oleh KPH Indramayu BKPH Indramayu dapat dikembangkan
wisata alam mangrove mungkin berguna bila dikembangkan untuk menyediakan
atraksi sederhana, misalnya pembuatan jembatan gantung diantara pohon mangrove
untuk mengamatinya. Hal semacam ini juga dapat digunakan untuk rekreasi
wisatawan lokal dan untuk dijadikan tempat pendidikan konservasi lokal. Dalam
kondisi yang khusus, pelaksanaan wisata alam yang bersifat komersial dapat
secara langsung tergantung pada mangrove pendidikan lingkungan dan pelatihan.
Areal lain yang bisa dikembangkan untuk dijadikan wisata alam mangrove yaitu
muara Karangsong. Selain itu juga objek
wisata hutan mangrove bisa dijadikan areal penyuluhan.
Mangrove trail salah satu daya tarik pengunjung di
Mangrove Information Center (MIC-JICA) di Bali bisa dikembangkan di Kabupaten
Indramayu, Ide ini memberi cakupan yang lebih luas terhadap potensi wisata
dalam pengelolaan mangrove, sumberdaya-sumberdaya wisata lainnya dapat juga digunakan untuk menarik wisatawan, adapun secara ekonomi
kegiatan wisata alam ini dapat memberikanpeluang menciptakan pendapatan
untuk masyarakat lokal dapat berbentuk pelayanan angkutan, pemanduan, penjajaan
makanan dan jasa akomodasi.
Belum ada tanggapan untuk "MENGENAL HUTAN MANGROVE INDRAMAYU"
Post a Comment